Responsive Ad Slot

Latest

Menabung

Bisnis

Liburan

Featured Articles

Ketika Tunjangan Hari Raya (THR) tinggal ekstraknya

Thursday, 8 January 2015

"Ketika Tunjangan Hari Raya (THR) tinggal ekstraknya"

Ketika THR tinggal ekstraknya
Suatu hari pasca Lebaran yang baru saja kita lewati, saya begitu tergelak melihat dan membaca profile picture kontak seorang teman di handphone. Profile picture tersebut bergambar uang receh dan kertas bernominal kecil yang berserakan diatas meja, lalu terdapat tulisan yang nadanya plesetan dari sebuah iklan yang sedang hits saat ini : “Kabar sedih untuk kita semua, karena Tunjangan Hari Raya (THR) kini tinggal ekstraknya “.

Terasa menggelikan memang dan wajar kalau kemudian kita senang membuatnya menjadi sebuah candaan, namun bila kita amati dengan lebih cermat, ternyata fenomena kantong kering alias krisis finansial pasca perayaan plus liburan akbar semacam Lebaran banyak menghinggapi orang–orang disekitar kita, atau mungkin juga diri kita sendiri. Masa–masa liburan apalagi bertemu sanak saudara kadang memang melenakan, sehingga pengeluaran relatif menjadi tidak terkendali. Dan bila tidak kita sikapi dengan lebih bijak dan lebih cermat, dikhawatirkan hal tersebut hanya akan menjadi “penyakit” yang terus kambuh dan berulang secara periodik tanpa ada upaya untuk memperbaikinya.

Lupakanlah saat-saat indah ketika Tunjangan Hari Raya (THR) berkali lipat ditambah gajian datang pada waktu yang berdekatan, karena pada kenyataannya saat ini kita sedang berusaha untuk bisa bertahan hidup sampai waktu gajian datang lagi. Lagipula daripada menyesali yang sudah berlalu, lebih baik kita susun strategi untuk menghadapi kenyataan yang ada.

Langkah pertama adalah kalkulasi total uang cash yang masih kita miliki saat ini, baik yang masih berada di rekening maupun yang ada di dompet. Langkah berikutnya adalah bila sebelum Lebaran kita belum membayar cicilan-cicilan hutang dan kredit kita, maka prioritaskan dahulu untuk membayarnya, terutama hutang yang tidak bisa di kurangi pembayarannya seperti cicilan rumah atau kendaraan. Tujuannya adalah agar kita tidak terkena denda bila menunggak pembayarannya. Seandainya ada hutang kartu kredit, bila ternyata uang yang tersedia sedemikian terbatasnya, maka lakukan dahulu pembayaran minimal. Memang akan berimbas jumlah akhir yang dibayarkan akan menjadi lebih besar, namun karena sifatnya yang darurat lah maka cara tersebut kita pilih.

Bila anda memiliki asuransi jiwa yang pembayarannya bulanan atau yang bertepatan dengan jatuh tempo pembayarannya, maka prioritaskan juga untuk membayarnya terlebih dahulu. Karena bila kita menunggak dan apalagi bila terlalu lama menunggaknya maka akan berakibat bisa terputusnya kontrak asuransi kita dan bila ada klaim bisa tidak dibayarkan oleh perusahaan asuransi, padahal kita tidak pernah tahu kapan suatu keadaan buruk menimpa pada kita. Demikian pula bagi keluarga yang anaknya sudah bersekolah, maka SPP si anak pun harus menjadi prioritas untuk dibayarkan lebih dahulu.

Setelah semua kewajiban terselesaikan, maka prioritas berikutnya adalah alokasikan uang yang masih ada untuk ongkos transportasi kerja anda sehari–hari, dan bila anda memiliki anak yang sudah sekolah maka tentunya juga termasuk ongkos transport si anak itu untuk bersekolah tentunya. Setelah ongkos transport dapat teralokasi, barulah kemudian uang yang ada kita alokasikan untuk kebutuhan konsumsi alias makan sehari–hari. Mengapa prioritasnya ke ongkos transportasi dahulu baru ke makanan?. Karena ongkos transport relatif untuk tidak dapat ditekan lagi pengeluarannya. Sementara untuk urusan makan, akan bisa menjadi lebih fleksible dalam pengaturannya alias masih ada kemungkinan untuk mengganti makanan kita ke harga yang lebih hemat. Kebutuhan luks lainnya seperti Nonton film, nongkrong di kafe ataupu sekedar jajan, mau tidak mau harus di stop dulu. “Wah sebegitu merananya ya sehabis lebaran dan sampai seekstrim itukah kita melakukan penghematan?”. Ya itulah konsekuensi yang harus kita tanggung akibat lalai dalam mengatur keuangan kita. Dan memang, hak masing-masing diri kita mau menjalaninya atau tidak. Apalagi gerakan “mengencangkan ikat pinggang” seperti itu membawa konsekuensi lainnya yaitu kemauan kita menurunkan egoisitas diri karena harus menurunkan gaya hidup yang biasa dijalani. Dan bila enggan untuk menurunkan gaya hidup disaat krisis seperti ini, silahkan bertanya pada diri sendiri “apakah mau tiap tahun seperti ini?”.


Don't Miss