Responsive Ad Slot

Latest

Menabung

Bisnis

Liburan

Featured Articles

Asuransi Keluarga Di Saat Krisis Finansial

Monday 22 December 2014

"Asuransi keluarga di saat krisis finansial"
 
berasuransi disaat krisis finansial
“Saya kuatir dengan investasi saya di unitlink dan jenis asuransi yang lain di dua   perusahaan asuransi joint venture saat ini. Berita kesulitan keuangan perusahaan asuransi tersebut karena krisis finansial global benar-benar meresahkan. Mau keluar, posisi saya sudah di  tahun ke 3 dan masih minus  apalagi nilai unit link tahun ini rontok lebih 30%. Apa yang harus saya lakukan?” Email-email dengan isi yang hampir sama makin sering saya terima di halaman inbox. Anda mungkin juga sering menemui pembahasan topik ini di berbagai milis komunitas dunia maya, maupun di harian media cetak. Hingga kini belum ada rujukan yang bisa kita jadikan pegangan bagaimana berasuransi terkait krisis finansial global. Lagi-lagi kita panik tiap kali keadaan  bergerak tidak sesuai harapan, dan makin bingung dengan komentar-komentar para pakar keuangan yang nyaris sama, ” .......semuanya  terserah anda.”  

Berhenti Atau Maju Terus 

Terus gimana dong, berhenti atau maju terus nih dengan asuransi kita ? Pertanyaan itu memang tidak semudah menjawab apakah kita harus menjual, menahan atau membeli saham saat ini. Berasuransi membuat kita memiliki hubungan langsung ke perusahaan asuransinya tanpa melalui bursa, seperti kita menabung ke bank. Jika bank mengalami kesulitan keuangan, bisa-bisa simpanan kita tidak bisa diambil. Untungnya pemerintah melalui LPS telah menaikkan tingkat penjaminan simpanan dana nasabah menjadi Rp 2 milyar. Ini bisa memberikan sedikit ketenangan dan meredam kepanikan masyarakat atas nasib simpanannya di bank. Tetapi tidak demikian dengan  polis asuransi yang kita beli dari perusahaan asuransi. Tidak ada skema yang penjaminan pemerintah atas polis asuransi kita di perusahaan asuransi. Padahal terkait krisis finansial global saat ini, mengakibatkan beberapa perusahaan asuransi asing  yang juga membuka perusahaan patungan disini mengalami kesulitan keuangan. Permasalahan yang terjadi bukan saja karena kinerja dana kelolaan yang underperformed, tetapi juga masalah fundamental dari perusahaan asuransi itu  sendiri, ditambah lagi krisis kepercayaan dari para investornya.

Tidak ada seorang yang bisa memastikan bagaimana kondisi perusahaan asuransi atau bank ke depannya. Yang pasti kita memang membutuhkan perusahaan asuransi sama seperti kita membutuhkan bank , hanya saja dengan tujuan yang berbeda yaitu proteksi keuangan keluarga (protection oriented). Dengan berpedoman pada tujuan proteksi keuangan keluarga barulah berasuransi dan produk-produk asuransi akan memberi manfaat yang sebesar-besarnya untuk anda.

Dasar – Dasar Berasuransi

Produk-produk asuransi digunakan agar sebuah keluarga dapat mencapai salah satu tujuan keuangan keluarga, yaitu mengantisipasi risiko keuangan keluarga yang berdampak finansial atau lazim di kenal dengan proteksi keuangan keluarga. Adapun proteksi dapat dilakukan sebagai langkah pencegahan yaitu pada saat risiko belum terjadi – metode ini namanya Risk Control. Sebaliknya proteksi pun meliputi langkah-langkah pengobatan yang dilakukan apabila risiko sudah terjadi – ini namanya Risk Financing. Agar sebuah keluarga mampu membiayai kerugian finansial setelah risiko terjadi (risk financing) maka dipakailah dua pendekatan sehubungan dengan ketersediaan dana yang dibutuhkan, yaitu :


a.    Risk retention : kemampuan tanggung sendiri, disini anda menyiapkan sejumlah dana tertentu yang khusus digunakan untuk membiayai kerugian finansial saat risiko terjadi. Contoh : membentuk dana darurat. Untuk membentuk kemampuan tanggung sendiri ini anda perlu menabung ke dalam suatu produk investasi yang likuid dan tidak membuat anda kehilangan modal awal. Karena dana ini harus bisa diakses  setiap saat maka produk investasi jangka pendeklah yang cocok digunakan seperti tabungan, deposito atau reksa dana pasar uang. 


b.    Risk Transfer : pengalihan kemampuan  tanggung sendiri kepada pihak lain dalam membiayai kerugian finansial saat risiko terjadi. Contoh : membeli produk asuransi. Ketika membeli asuransi maka kita membayar premi secara rutin selama kontrak asuransinya, atau bisa membayar premi sekali saja dimuka. Jika risiko yang dicover terjadi, maka pemegang polis mendapat pembayaran sejumlah Uang Pertanggungan.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa konsep proteksi keuangan keluarga selalu merupakan kombinasi / gabungan dari menabung sendiri dengan berasuransi   karena alasan sebagai berikut :(a)  Tidak semua risiko keuangan keluarga bisa ditransfer ke asuransi ; (b) anda membutuhkan dana talangan sebelum bisa me-reimburse biaya kerugian ke perusahaan asuransi

Proteksi, Bukan Untung Rugi

Dalam berasuransi kebanyakan orang menganut prinsip membayar premi sekecil –kecilnya untuk mendapat UP sebesar-besarnya. Tidak heran orang berlomba-lomba mencari asuransi berjangka (term life), yang merupakan asuransi murni. Anda hanya perlu membayar sejumlah premi proteksi, untuk sejumlah Uang Pertanggungan yang besarnya berkali lipat dari jumlah preminya. Inilah mengapa jaman dulu orang menganggap asuransi seperti bertaruh. Jika terjadi risiko pemegang polis dapat uang banyak. Anehnya jika tidak terjadi risiko (bukannya bersyukur!) malah merasa rugi, walaupun hanya kehilangan uang sejumlah premi yang sudah di bayar saja. Ini menguntungkan pemegang polis dan merugikan perusahaan asuransi. Makanya perusahaan asuransi sudah jarang sekali menjual termlife. Yang dikedepankan saat ini adalah produk campuran antara asuransi, menabung dan investasi,  seperti endowment, wholelife atau unitlink. Artinya, mereka bersedia membayar UP yang menjadi hak anda asalkan anda mau mengendapkan dana lebih banyak  untuk mereka kelola. Cara ini  menimbulkan pro dan kontra sebab jika misalnya dengan jumlah premi yang sama dengan termlife anda hanya mendapatkan jauh lebih kecil UP. Karena sejumlah tertentu preminya dialokasikan untuk bagian tabungan atau investasinya, yang mana hasilnya belum bisa dipastikan. Karena itu produk asuransi campuran umumnya memerlukan waktu lebih lama agar hasilnya bisa dipetik, terkait kinerja pasar finansial yang fluktuatif. Barangkali metode Risk Transfer ini harus kita evaluasi kembali. Kenyataannya kita tidak bisa sepenuhnya mengalihkan risiko kerugian finansial keluarga kepada perusahaan asuransi. Nampaknya kita hanya bisa mengalihkan tanggung jawab tersebut sejumlah tertentu saja, sisanya harus kita siapkan dengan menabung.

Relokasi Asuransi

Saat ini sudah lazim orang memiliki rekening di beberapa bank yang berbeda. Alasannya, jika bank yang satu sedang bermasalah kita bisa menggunakan bank yang lain. Intinya demi kemudahan dan kenyamanan dalam menyimpan uang, boleh saja kita menyebar simpanan kita di beberapa bank. Ini persis seperti metode relokasi investasi pada tulisan saya di rubrik FUND edisi sebelumnya. Kita juga bisa mengaplikasikannya pada asuransi dengan melakukan relokasi asuransi. Jadi daripada mempunyai polis senilai Rp. 1 milyar  di satu perusahaan asuransi, kita mungkin bisa menyebarnya. Misalnya 1 polis senilai Rp. 400 juta di perusahaan asuransi lokal dan 2 polis senilai @ Rp. 300 juta di perusahaan asuransi asing / joint venture dari dua negara yang berbeda. Sehingga kalau ada yang satu mengalami kesulitan keuangan  kita masih ada cadangan asuransi di perusahaan asuransi yang lain. Yang paling penting tentunya memilih perusahaan asuransi yang sehat yang memiliki kekuatan modal dan solvensi yang baik sesuai dengan standar kriteria perusahaan asuransi yang sehat dari pemerintah.




Don't Miss